Friday, April 22, 2011

Banda Sea November 2010 by Lesargonauts



12 days of diving at Alor, Gunung Api, Banda Islands and Ambon on board the Arenui November 2010, trip video - filmed with Canon compact camera, ixus 120is & S 95

Lihat Videonya,

Les Argonauts Banda Sea November 2010 from Lesargonauts on Vimeo.

Around Indonesia in 2 Minutes - Documentary Shots by Otto Ferdinand



Full HD 1920x1080 footages shot with full frame HDSLR Canon EOS 5D MKII using L-series lenses (16-35mm, 24-70mm, 70-200mm). Shots taken from some places around in Indonesia such as Bandaneira Island (near Ambon), Mentawai Islands (Siberut's inland), Belgica Fort in Banda, Ranau Lake in Sumatera.

Lihat Videonya,

Around Indonesia in 2 Minutes - Documentary Shots from Otto Ferdinand on Vimeo.

Thursday, April 21, 2011

Des

Oleh, Goenawan Mohamad

Des Alwi adalah seonggok sejarah Indonesia dalam miniatur yang padat. Juga berwarna-warni. Jika kita lihat lelaki ini duduk di bawah pohon ketapang berumur 100 tahun yang menaungi halaman hotelnya di Bandaneira, jika kita ingat sosok yang tambun tinggi itu sudah ada di tempat itu pada 1936 dan, sebagai anak kecil, melihat Hatta dan Syahrir jadi orang buangan yang turun dari kapal dengan paras pucat, kita bisa iri kepadanya: begitu banyak yang telah dilihatnya, begitu beragam pengalamannya, begitu pas ia di pulau Maluku itu. Begitu “Indonesia”.

Des Alwi seperti Bandaneira: elemen yang sering tak diingat, tapi saksi penting dari riwayat Indonesia—dalam hal ini Indonesia sebagai sebuah perjalanan kemerdekaan. “Di sini,” kata Rizal Mallarangeng, yang telah dua kali ke Bandaneira dengan rasa kagum kepada para perintis kemerdekaan yang dibuang ke pulau itu, “bermula apa yang kemudian menjadikan Indonesia.” Dia benar: di sini berawal kolonialisme dan antitesisnya.

Kita bisa baca: di Banda-lah pada 1529 usaha kolonisasi Eropa dipatahkan; di sini kontingen orang Portugis terus-menerus diserang hingga mereka batal membangun sebuah benteng. Hampir seabad kemudian, pada 1609, ketika sepasukan Belanda mencoba memperkuat Benteng Nassau, para pemimpin Banda, disebut “orang kaya”, membunuh laksamana asing itu dengan segenap stafnya.

Banda mencatat konflik seperti itu sampai ke dalam abad ke-20: para penentang VOC (kemudian Hindia Belanda) diasingkan ke sini silih berganti. Kita tahu sebabnya: pada mulanya adalah rempah-rempah, terutama pala, yang di dunia hanya ditemukan di Banda, yang menggerakkan perdagangan internasional paling awal, seperti minyak bumi di zaman ini. Dan bersama perdagangan, datang peradaban. Juga kebiadaban.

Sebelum orang Portugis masuk ke Maluku di abad ke-16, letak Banda yang kaya rempah itu dirahasiakan para saudagar Arab (atau “Mur”) yang membawa barang berharga itu ke Eropa. Kemudian penakluk dari Semenanjung Iberia masuk, kemudian Belanda dan Inggris. Perjalanan jauh dan berbahaya, tapi mereka selalu datang. Untuk laba yang 300 kali lipat dari jual-beli pala, bahkan yang bengis siap dihadapi dan diberlakukan.

Di Bandaneira ada sebuah monumen kecil. Di Parigi Rante itu ada sebuah sumur di sepetak halaman. Di sanalah, 8 Mei 1621, seregu samurai Jepang didatangkan Jan Pieterszoon Coen (Gubernur Jenderal VOC yang terkenal itu) ke Neira. Mereka disewa untuk menyembelih 40 orang pemuka masyarakat Banda yang menolak klaim Belanda dalam monopoli niaga pala. Tubuh ke-40 orang itu dicincang, kepala mereka dipancangkan di deretan tiang.

Di dinding di belakang perigi itu juga tertulis sederet nama orang dari pelbagai penjuru Nusantara yang dibuang ke pulau itu sejak abad ke-19: dari Pontianak, Yogya, Kutaraja, Cirebon, Serang, Blitar. Di abad ke-20 ada nama yang kini lebih dikenal: Cipto Mangunkusumo, Iwa Kusumasumantri, Hatta, Syahrir.

Tak akan mengherankan bila dari kepulauan ini sejarah tampak berbeda: kita tak akan mengatakan bahwa yang berlangsung selama lebih dari 350 tahun di Nusantara adalah 350 tahun penjajahan. Dari Banda kita jadi tahu: sejarah Nusantara adalah 500 tahun perlawanan. Dan Des Alwi, yang lahir 7 November 1927 di Neira dan sejak kecil mengenal Cipto, Hatta, dan Syahrir—orang-orang hukuman yang mengubah hidup Des—mungkin saksi terakhir dari rangkaian perjuangan panjang itu. Saya menyadari itu ketika sore itu saya dan beberapa teman duduk di dekatnya, mendengarkan ceritanya, di petak atap Benteng Belgica yang berumur 400 tahun. Seakan-akan di sore itu, sejumlah abad bertemu.

Benteng yang menjulang hitam di bukit ini dibangun Belanda pada 1611. Letaknya dipilih pada posisi yang bisa mengawasi seantero selat dan laut. Sejak didirikan, empat menara pengintainya menyaksikan armada-armada Eropa datang, meriam-meriam ditembakkan, destruksi dan pembunuhan berkecamuk: 200 orang Belanda dihabisi pasukan Inggris di Pulau Ai pada 1615, ratusan orang Inggris dibantai Belanda sebagai pembalasan. Dari sini pula tampak kapal-kapal Inggris meninggalkan Pulau Run setelah pulau itu ditukar-guling dengan Pulau Manhattan milik Belanda di New York pada 1667. Tapi seratus tahun lebih kemudian, pada 1810, marinir Inggris merebut Benteng Belgica.

Abad demi abad, energi dicurahkan, dan uang diperebutkan dengan gigih dan ganas hingga dunia berubah. Kekuasaan pun tegak dan runtuh, kemerdekaan ditindas atau dilahirkan….

Hari mulai gelap ketika Des berkisah tentang kemerdekaan yang dicoba digagalkan tapi dilahirkan kembali: Indonesia yang tak mudah. Des bukan sejarawan, bukan pula pelaku utama, tapi—dan ini lebih menarik—ia saksi yang terlibat. Jika kita baca bukunya yang baru, Friends and Exiles, yang diterbitkan Cornell University, kita dapatkan bukan saja kisah kelahiran Indonesia, tapi juga kisah seorang yang “menjadi Indonesia”, sejak dari darah dan dagingnya, sampai dengan ketika ia terlibat, sengaja atau tidak, dalam peristiwa-peristiwa besar yang mengguncang dan membentuk tanah airnya.

Des Alwi Baadila—yang orang tuanya berdarah Cina dan “Mur” (nama “Baadila” ditemukan di Maroko dan Spanyol), yang masa kecilnya dibentuk Hatta dan Syahrir, yang masa mudanya ikut bertempur dan terluka di Surabaya 10 November 1945—adalah contoh bahwa Indonesia “men-jadi” dengan riwayat seperti pantai pulau-pulau Banda: kekerasan bisa meletup, tapi inilah negeri yang tak merasa perlu memberi batas mutlak tentang “luar” dan “asing”. Kecuali ketika yang “luar” dan “asing” itu menegaskan diri dengan senjata dan pemaksaan. Dan kita melawan.

——————————
*) Tulisan ini pernah dimuat pada majalah Tempo, 19 Oktober 2009. Diterbitkan ulang untuk mengenang Des Alwi dalam Catatan Pinggir, Tempo, 15 November 2010.


goenawanmohamad.com

Wednesday, April 20, 2011

Aku Tidak Malu Jadi Orang Indonesia

Aku Tidak Malu Jadi Orang Indonesia

H. Rosihan Anwar

Aku tidak malu jadi orang Indonesia..
Biar orang bilang apa saja, biar, biar.
Indonesia negara paling korup di dunia
Indonesia negara gagal
Indonesia negara lemah
Indonesia melanggar HAM
Elite Indonesia serakah harta dan kekuasaan
Presiden-presiden Indonesia dilecehkan humoris

Dengarlah, Bung Karno dimanfaatkan komunis
Pak Harto dimanfaatkan putra-putrinya
Habibie dimanfaatkan konco-konconya
Gus Dur dimanfaatkan tukang pijitnya
Megawati dimanfaatkan suaminya

Catatlah, Bung Karno menciptakan keamanan dan persatuan bangsa
Pak Harto menciptakan kemakmuran bangsa dan keluarganya
Habibie menciptakan demonstrasi
Gus Dur menciptakan partai kebangkitan bangsa
Megawati menciptakan kenaikan-kenaikan harga

Alah mak, Bung Karno turun dari presiden karena Supersemar
Pak Harto turun dari presiden karena superdemo
Habibie turun dari presiden karena supertransisi
Gus Dur turun dari presiden karena superskandal
Megawati turun-temurun jadi presiden

Maka Anda tahu sekarang kenapa Aku tidak malu jadi orang Indonesia
Indonesia punya istilah-istilah khas di dunia korupsi
Ada ahli gizi yang Nurcholis Madjid tidak mampu penuhi
Ada istilah angpao untuk uang atensi
Ada amplop untuk bikin kocek tebal berisi
Ada saweran duit untuk membayar pengacara hitam danmenyuap aparat hukum
Ada prosedur untuk menilep uang rakyat dan institusi dilakukan beramai-ramai oleh gubernur, bupati, walikota, anggota DPRD dan DPR
Ada tren yang kuat menguasai kaum koruptor

Simaklah sejarah bangsa dan Tanah Air
Semenjak dulu zaman kompeni
Pegawai VOC kirim laporan Kepada Heren Zeventien diTanah Wolanda
Elke Regent Heeft zijn Chinees
Tiap Bupati punya orang Cinanya
Maknanya jelas pejabat feodal dihidupi pedagang Cina

Syahdan, Susuhunan Amangkurat II dari Mataram
Mengutus misi sembilan duta ke Batavia
Minta kepada Bapak Kompeni
Agar dikirimi cinderamata
Mulai dari ayam Belanda, kuda Persia hingga gadis Makassar
Jangan lupa putri Cina untuk jadi selir Raja

Kraton Kartasura menebar bau korupsi, seks dan duit
Ditambah intrik-intrik kalangan pangeran
Bagaimana kerajaan tidak akan binasa?

Itulah warisan sejarah dari generasi ke generasi
Sehingga yang tampak kini di bumi persada
Pertiwi Adalah kiriman genetik kepada kita semua

Anda dan aku tidak terlepas dari hukumnya
Maka Anda tahu sekarang kenapa
Aku tidak malu jadi orang Indonesia
Sebab memang begitulah nasibku

Kismet, kata orang bijak-bestari
Korupsi adalah sejenis vampir
Makhluk halus bangkit kembali dari kubur
Kemudian keluar pada malam hari
Dan mengisap darah manusia yang sedang tidur
Di layar film Hollywood wujudnya adalah Count Dracula yang bertaring
Diperankan aktor Bela Lugosi

Vampir yang hilang kesaktiannya bila terkena sinar matahari
Akan tetapi drakula-drakula Indonesia tetap perkasa
Beroperasi 24 jam, ya malam ya siang mencari korban
Sehingga sia-sialah aksi melawan korupsi membasmi drakula
Yang telah merasuki rongga dan jiwa aparat negara
Yang membuat media memberitakan
Akibat bisnis keluarga pejabat, Tutut-Tutut baru bermunculan.

Aku orang terpasung dalam terungku kaum penjarah harta negara
Akan aneh bila berkata aku malu jadi orang Indonesia
Sorry ya, Aku tidak malu jadi orang Indonesia
Kuhibur diri dengan sajakku magnus opus karya sang Empu

Sajak pendek yang berbunyi:
Katakan beta
Manatah batas
Antar gila
Dengan waras

Sorry ya, inilah puisiku melawan korupsi
Siapa takut?

Tuesday, April 19, 2011

Puisi Andrea Hirata dalam Novel Maryamah Karpov


Mozaik 6 halaman 36

(tanpa judul)
Tak tahu engkau di mana
Tapi kulihat dirimu, di antara bayang pohon willow
Kudengar suaramu, dalam riak Sungai Darrow
Dan kucium dirimu, dalam angin yang berembus dari utara

.

Mozaik 54 halaman 340

Ada
Tahukan dirimu, Kawan?
Dalam serpih-serpih cahaya
Dan gerak-gerik halus benda-benda
Tersimpan rahasia
Mengapa kita ini ada

.

Mozaik 56 halaman 352

Lintang
Dengan pisau lipat
Kuukir pelan-pelan
Kalimat yang dalam
Dari perasaanku yang karat
Karena hormatku yang sarat
Untuk pesona persahabatan dan kecerdasan
Lintang, Lintang, hatimu yang benderang
Qui genus humanum ingenio superavit
Manusia genius tiada tara

.

Mozaik 58 halaman 368

Laut
Horizon, horizon setelah itu, tak ada hal lain
Horizon di langit dan horizon sejauh jangkau pandang
Muara menyempit, delta mengerut
Hutan lindap, daratan kelabu
Lalu laut, laut seluas langit
Datar, tetap, tak berhingga, biru mendebarkan

.

Mozaik 62 halaman 410

Senyum
Siapa yang menabur senyum
Dialah yang akan menuai cinta

.

Mozaik 66 halaman 433

Rahasia
Kuberi tahu satu rahasia padamu, Kawan
Buah paling manis dari berani bermimpi
Adalah kejadian-kejadian menakjubkan
Dalam perjalanan menggapainya

.

Mozaik 71 halaman 490

Puisi
Dan tiba-tiba hari-hariku berubah menjadi puisi
Semilir di pagi hari
Meriang jika siang
Pecah, serupa ombak-ombak pasang kalau malam

.

Mozaik 73 halaman 500

Seperti
Seperti puisi yang kautuliskan
Seperti nyanyi yang kaulantunkan
Seperti senyum yang kausunggingkan
Seperti pandang yang kaukerlingkan
Seperti cinta yang kauberikan
Aku tak pernah, tak pernah merasa cukup

Monday, April 18, 2011

Laut Banda



Pemandangan bawah laut Banda dengan musik latar lagu yang dinyanyikan oleh Rita Effendi berjudul Banda Neira.

Sunday, April 17, 2011

Puisi Andrea Hirata dalam Novel Laskar Pelangi

Bunga Krisan

A Ling, lihatlah ke langit
Jauh tinggi di angkasa
Awan-awan putih yang berarak itu
Aku mengirim bunga-bunga krisan untukmu

(Ikal –> A Ling, halaman 257)

-

Rindu

Cinta benar-benar telah menyusahkanku
Ketika kita saling memandang saat sembahyang rebut
Malamnya aku tak bisa tidur karena wajahmu tak mau pergi dari kamarku
Kepalaku pusing sejak itu…

Siapa dirimu?
Yang berani merusak tidur dan selera makanku?
Yang membuatku melamun sepanjang waktu?
Kamu tak lebih dari seorang anak muda pengganggu!
Namun ingin kukatakan padamu
Setiap malam aku bersyukur kita telah bertemu
Karena hanya padamu, aku akan merasa rindu…

A Ling

(A Ling –> Ikal, halaman 280-281)

-

Jauh Tinggi

A Ling, hari ini aku mendaki Gunung Selumar
Tinggi, tinggi sekali, sampai ke puncaknya
Hanya untuk melihat atap rumahmu
Hatiku damai rasanya

(Ikal –> A Ling, halaman 292)